Tugas
Softskill
Ilmu
Sosial Dasar
BAB
IX
ILMU
PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar
Disusun
oleh:
Shifa
Awaliyah (18113444)
1KA07
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
JURUSAN
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN
KEMISKINAN
1. Ilmu dan
empat hal sikap ilmiah
“Ilmu
pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua
kata, “ ilmu “ dan “pengetahuan “, yang masing-masing punya identitas
sendiri-sendiri. Dikalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu
selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal
tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris,
umum dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah
sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya
pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat
diinderai dan dapat merangsang budi.
Pembentukan
ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian,
meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan
utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan
yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek
ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan pengamatan, yaitu
suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan
untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara
berpikir analitis, sistesis, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah
pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari
berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
Untuk
mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang
bersifat ilmiah, yang meliputi empat hal yaitu :
- Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga menacapi pengetahuan ilmiah yang obeyktif
- Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada
- Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dam budi yang digunakan untuk mencapai ilmu
- Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
2. Teknologi
dan ciri-ciri teknologi
Dalam konsep
yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan
bahwa pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state
of arts ) yang mengandung pengetian berhubungan dengan proses produksi;
menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan
ketrampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. “secara
konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas
juga meliputi teknologi sosial, terutama teknoogi sosial pembangunan (the
social technology of development) sehingga teknologi itu adalah merode
sistematis untuk mencapai tujuan insani (Eugene Stanley, 1970).
Teknologi
memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki
otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis.
Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “the technological society” (1964) tidak
mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun artinya sama. Menurut Ellul
istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk
memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional
dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap
bidang aktivitas manusia. Jadi teknologi penurut Ellul adalah berbagai
usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan
diperhingkan sebelumnya.
Fenomena
teknik pada masyarakat ikini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
- Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
- Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
- Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
- Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
- Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
- Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
- Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang
berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya
bidang teknik digambarkan sebagaia berikut :
- Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
- Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
- Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
3. Ilmu
pengetahuan, teknologi, dan nilai
Alvin Tofler
(1970) mengumpakan teknologi sebagai mesin yang besar atau sebuah akselarator
(alat pemercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan sebagai bahan bakarnya.
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara kuantitatif dan kualtiatif, maka
kiat meningkat pula proses akselerasi yang ditimbulkan oleh mesin pengubah,
lebih-lebih teknologi mampu menghasilkan teknologi yang lebih banyak dan lebih
baik lagi.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat dibeda-bedakan,
tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi dengan
sistem-sistem lain dalam kerangka nasional seperti kemiskinan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini dapat dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu diatas, berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah (epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (èkegiatan meyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; sehingga kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau deduksi-hipotesis-verifikasi).
Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertasi mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa pembalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para Nabi atau UtusanNya).
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga) komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat kaitannya dengan nilai moral, yaitu:
1.Ontologis (Objek Formal Pengetahuan)
Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya
2. Epistemologis
Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
3. Aksiologis
Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Kaitan ilmu
dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan
teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan:
1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Sepertinya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan penyalahgunaan dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Sepertinya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan penyalahgunaan dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
4.
Kemiskinan
Kemiskinan
lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian,
tempat berteduh, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum
pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi
oleh tiga hal :
- Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
- Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
- Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi
Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalam hal ini
garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap posisi manusia dalam
lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan
bagaimana posisi pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan
objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi
pangan apakah benilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai
dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan
lingkungan yang dialaminya.
Kesemuanya
dapat tersimpul dalam barang dan jasa dan tertuangkan dalam nilai uang sebagai
patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang diperlukan, sehingga garis
kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimum ( versi bank dunia,
dikota 75 $ dan desa 50 $AS perjiwa setahun, 1973).
Pendapat lain menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan 480 kg/orang/tahun).
Pendapat lain menurut Prof. Sayogya (1969), garis kemiskinan dinyatakan dalam rp/tahun, ekuivalen dengan nilai tukar beras (kg/orang/tahun yaitu untuk desa 320 kg/orang/tahun dan 480 kg/orang/tahun).
Berdasarkan
ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
- Tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan. Dll
- Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua modal usaha
- Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD
- Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
- Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
Kemiskinan
menurut orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan kedalam tiga unsur :
- Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
- Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam
- Kemiskinan buatan.
Yang relevan
dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia pula
yang disebut kemiskinan structural. Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari
struktur-struktur buatan manusia, baik struktur ekonomi, politik, sosial maupun
cultural. Selain disebabkan oleh hal – hal tersebut, juga dimanfaatkan oleh
sikap “penenangan” atau “nrimo”, memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan
sebagai takdir Tuhan. Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan atau subkultur, yang
mempunya struktur dan way of life yang telah turun temurun melalui jalur
keluarga. Kemiskinan (yagn membudaya) itu disebabkan oleh dan selama proses
perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari feodalisme ke
kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme, dsb.obatnya tidak
lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya.
.
Pendapat
Mahasiswa
lmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena
manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Jadi, ilmu pengetahuan dan
kemiskinan sangatlah saling berhubungan karna tanpa ilmu kita menjadi manusia
yang bodoh apabila menjadi orang yang bodoh bagaimana harus menjalani kehidupan
sedangkan biaya hidup di indonesia juga cukup mahal khususnya dikota dengan
ilmu kita dapat meningkatkan kualitas hidup kita.
Referensi
0 komentar:
Posting Komentar