Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

TUGAS 1 ( Bahasa Indonesia 1)


TUGAS I

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Bahasa Indonesia 1








Disusun oleh:
Shifa Awaliyah (18113444)
3KA17


FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
JURUSAN SISTEM  INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA

I. Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Satu hal yang kita ketahui dengan jelas mengenai Bahasa Indonesia adalah suatu bahasa yang kita gunakan sehari-hari, bahasa yang kita kenal sejak pertama kali bisa berbicara, bahasa yang diajarkan oleh kedua orang tua kita hanya sekedar untuk berkomunikasi dengan orang lain, bahasa yang diajarkan secara mendalam di sekolah mulai dari tata cara penulisan pengejaan yang baik dan benar hingga penggunaannya untuk hal-hal yang formal seperti penulisan surat ataupun karya ilmiah.





  
 Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis

• Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:

a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol social
 Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:

a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:

a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.

a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)

• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:

a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa

 

Peranan dan Pentingnya Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah

Dalam tulisan ilmiah, bahasa sering diartikan sebagai tulisan yang mengungkapkan buah pikiran sebagai hasil dari pengamatan, tinjauan, penelitian yang seksama dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu, menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu, serta isi, fakta, dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk-bentuk karangan ilmiah identik dengan jenis karangan ilmiah, yaitu makalah, laporan praktik kerja, kertas kerja, skripsi, tesis, dan disertasi.
 
       Bahasa adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan.

    Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol social.

      Dalam penulisan ilmiah, bahasa merupakan hal yang terpenting. Maka dari itu kita harus sebaik mungkin menggunakannya. Antara lain dengan cara :

·         Dalam hal penggunaan ejaan.

·         Dalam penggunaan partikel lah, kah, tah, pun. Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Pergilah sekarang! Sedangkan partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Jika engkau pergi, aku pun akan pergi.

·         Dalam hal pemakaian Ragam Bahasa. Ragam lisan terdiri atas ragam lisan baku dan ragam lisan takbaku; ragam tulis terdiri atas ragam tulis baku dan ragam tulis takbaku.

·         Dalam penulisan Singkatan dan Akronim.Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan jabatan atau pangkat diikuti tanda titik. Contoh: Muh. Yamin, S.H. (Sarjana Hukum ). Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Contoh: dll. hlm. sda. Yth. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik. Contoh: DPR GBHN KTP PT. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: ABRI LAN IKIP SIM. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital. Contoh: Akabri Bappenas Iwapi Kowani.

·          Dalam penulisan Angka dan Lambang Bilangan. Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Contoh: Abad XX dikenal sebagai abad teknologi. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut. Contoh: Ada sekitar enam puluh calon mahasiswa yang tidak diterima diperguruan tinggi itu.

·         Dalam pemakaian tanda baca. Pemakaian tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda titik koma (,), tanda hubung, (-) tanda pisah (_), tanda petik (”), tanda garis miring, (/) dan tanda penyingkat atau aprostop (’).

·          Dalam pemakaian imbuhan, awalan, dan akhiran.

·         Dalam penulisan ilmiah, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan, kita pun harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor tersebut sangat berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat menampung ide. Dalam kaitan ini, kita harus memperhatikan ketepatan kata yang mengandung gagasan atau ide yang kita sampaikan, kemudian kesesuaian kata dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.


Memahami Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Alat untuk Menyerap dan Mengungkapkan Hasil Pemikiran

 

Secara umum bahasa dapat diartikan sebagai lambang bunyi yang dihasilkan oleh manusia sebagai cara untuk berkomunikasi antar individu. Bahasa dapat mempermudah manusia untuk mengetahui maksud dari apa yang disampaikan oleh lawan bicaranya maupun sebaliknya. Setiap negara memiliki bahasa masing-masing yang membedakan antara negara satu dan yang lainnya. Bahasa juga memberikan ciri khas pada suatu negara dan menjadi lambang atau kebanggaan bagi bangsa itu sendiri. Seperti halnya Bahasa Indonesia, merupakan bahasa yang dipakai dan digunakan oleh mayoritas orang Indonesia.

Peranan Bahasa Indonesia dapat kita lihat saat kita berbicara ataupun menulis untuk menggungkapkan hasil pemikiran. Susunan kata-kata atau kalimat yang digunakan tidak mungkin keluar begitu saja tanpa aturan. Kita harus memilih kata-kata dan menyusun kata-kata tersebut sesuai dengan aturan dalam Bahasa Indonesia. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut Tata Bahasa. Penggunaan Tata Bahasa yang tepat, akan mempermudah pendengar atau pembaca yang menyimak kita untuk mengerti, memahami, dan menyerap maksud dari pemikiran kita.

Bahasa memiliki peranan sebagai alat untuk mengekspresikan dan menunjukkan kemampuan seseorang. Misalnya saja karya ilmiah seseorang, dia bisa mengekspresikan pemikirannya melalui bahasa secara bebas. Namun, kita harus memikirkan siapa yang akan membacanya, dan tujuan dari tulisan tersebut. Kita tinggal di negara Indonesia, dengan tujuan pembaca yang juga orang Indonesia, maka itu kita menggunakan bahasa Indonesia dalam pengungkapan hasil pemikiran kita. Contohnya, karya ilmiah bersifat formal dan ditulis dengan bahasa yang baku, sehingga kita harus menggunakan bahasa yang baku dan menulisnya dalam bentuk yang formal.

Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama.

Faktor yang perlu diperhatikan peran bahasa indonesia dalam konsep ilmiah yaitu Bermakna isinya
1.                  Jelas uraiannya
2.                  Berkesatuan yang bulat
3.                  Singkat dan padat
4.                  Memenuhi kaidah kebahasaan
5.                  Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
6.                  Komunikasi secara ilmiah
Dalam menyerap pemikiran seseorang yang telah diungkapkan melalui bahasa Indonesia, seseorang yang ingin mengetahui isi pemikiran seseorang pun harus mengerti bahasa yang digunakan oleh si penulis. Karya ilmiah seseorang yang formal dan menggunakan bahasa yang baku akan mudah dimengerti jika pembacanya juga mengerti tentang aturan-aturan penulisan formal dan bahasa yang baku pula.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengungkapkan dan menyerap hasil pemikiran, peranan bahasa Indonesia sangatlah penting.


Menunjukkan Rasa Wajib pada Diri Sendiri terhadap Pemakaian Bahasa Indonesia.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang terbentuk dari beraneka ragam suku dan budaya. Bangsa Indonesia adalah cermin kemajuan ditunjang dengan berbagai simbol pemersatu bangsa. Salah satu jembatan pemersatu itu bernama Bahasa Indonesia. Sejak kali pertama diproklamirkan pada Sumpah Pemuda 1928 pada butir ke 3 yaitu “Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia”.
Sebagai bagian erat bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia memiliki kedudukan istimewa. Selain itu bahasa adalah cermin dari karakter bangsa seperti sebuah kutipan “Bahasa Itu Menunjukkan Bangsa”. Dari kutipan tersebut sudah jelas bahwa cara masyarakat menggunakan bahasa menunjukkan cara berfikir masyarakat. Mengapa demikian? Karena bahasa adalah hasil dari sebuah pemikiran. Seperti dikatakan Stephen R Covey, seorang pakar psikologi menyatakan, bahwa suatu ucapan (hasil bekerjanya lidah dan bibir) itu terlahir sebagai hasil dari proses berfikir (pikiran).


II. Ragam Bahasa

Pengertian kata ragam secara umum dalam bahasa Indonesia adalah tingkah, jenis, langgam, corak dan laras. Ragam bahasa diartikan sebagai variasi bahasa menurut pemakaian yang dibedakan menurut topik pembicaraan, sikap penutur, dan media atau sarana yang digunakan. Pengertian ragam bahasa ini memperhatikan situasi yang dihadapi, masalah yang hendak disampaikan, latar belakang pendengar dan pembaca yang dituju, dan media atau sarana yang hendak digunakan.







Pengertian ragam bahasa menurut para ahli sangat penting untuk dipahami, karena dari situ kita bisa menyimpulkan sendiri pengertian ragam bahasa versi kita sendiri. Berikut ini adalah beberapa definisi ragam bahasa yang dijelaskan oleh para ahli.

Pengertian ragam bahasa menurut Bachman
Menurut Bachman (1990), “ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda  menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”

Pengertian ragam bahasa menurut Dendy Sugono
Menurut Dendy Sugono (1999), “bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.”

Pengertian ragam bahasa menurut Fishman ed
Menurut Fishman ed (1968), suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.


Kesimpulan
Jadi bisa kita simpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi dalam pemakaian bahasa, yaitu perbedaan penutur, media, situasi, dan bidang.
1.                  Perbedaan penutur
Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa antar individu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek.
2.                  Perbedaan media
Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang digunakan, sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan.
3.                  Perbedaan situasi
Situasi pada saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan situasi resmi.
4.                  Perbedaan bidang
Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.

Dasar-dasar Ragam Bahasa
Pada ragam bahasa yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah diketahui, uraian dasar-dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala perbandingan bagian persamaan bagian perbedaan. Dasar-dasar ragam bahasa yang akan diperbandingkan itu didasarkan atas sarana ragam bahasa lisan dan ragam tulisan.






Jenis-jenis Ragam Bahasa

1. Ragam bahasa berdasarkan media

   
a. Ragam bahasa Media (Lisan)
               
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri- cirinya tidak  menunjukan cir-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan,  ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing adapun ciri dari keduanya:

     
Ciri-ciri ragam lisan:
         · Memerlukan orang kedua/teman bicara.
         · Tergantung kondisi, ruang, dan waktu.
         · Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
         · Berlangsung cepat
           Contohnya : “Sudah saya baca buku itu”

 b.   Ragam Tulis

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan makna kalimat yang diungkapkan nya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalomat. Oleh karrena itu, enggunaan ragam baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk katadan struktur kalimat, serta kelengkapaan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
   
     
Ciri-ciri ragam tulis:
        1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
        2. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
        3. Harus memperhatikan unsur gramatikal;
        4. Berlangsung lambat;
        5. Selalu memakai alat bantu;
        6. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
        7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
      Contohnya: “Saya sudah membaca buku itu”.

     Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata ) :
 
     Tata Bahasa :
        a. Ragam Bahasa lisan
           1.  Nia sedang baca surat kabar.
           2. Ari mau nulis surat.
           3. Tapi kau tak boleh menolak lamaran itu.
        b. Ragam bahasa tulisan.
           1. Nia sedang membaca surat kabar.
           2. Ari mau menulis surat.
           3. Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
 
     Kosa kata :
       a. Ragam bahasa lisan
           1. Ariani bilang kalau kita harus belajar.
           2. Kita harus bikin karya tulis.
           3. Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
       b. Ragam bahasa tulisan
           1. Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
           2. Kita harus membuat karya tulis.
           3. Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.

2. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

a.       Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa,misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
b.      Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
3. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi
a.       Ragam Baku
Ragam baku adalah ragam bahasa yang dipakai dalam forum resmi. Ragam ini bisa juga disebut ragam resmi.

b.      Ragam Tidak Baku
Ragam tidak baku adalah ragam bahasa yang menyalahi kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa baku.
4. Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang
a.       Ragam Ilmu dan Teknologi
Ragam ilmu dan teknologi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang keilmuan dan teknologi.
b.      Ragam Sastra
Ragam satra adalah ragam bahasa yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan estetis dengan cara penggunaan pilih jata secara cermat dengan gramatikal dan stilistil tertentu.
c.       Ragam Niaga
Ragam niaga adalah ragam bahasa yang digunakan untuk menarik pihak konsumen agar      dapat melakuakan tindak lanjut dalam kerjasama untuk mencari suatu keuntungan finansial.




III. EYD dan Tanda Baca


I. Pengertian Ejaan
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni :
·         aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad.
·         aspek morfologi yang menyangkut penggambaransatuan-satuan morfemis.
·         aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).





Adapun menurut KBBI (1993:250) ejaan ialah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa ejaan adalah seperangkat kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda baca.

II.          Tahapan-Tahapan Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan-ejaan untuk bahasa Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut :
A.        Ejaan van Ophuysen
Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1)        Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus     disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2)        Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3)        Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4)        Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

B.        Ejaan Suwandi
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1)        Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2)        Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3)        Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4)        Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

C.        Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia)
Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik kemudian.

D.        Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Karena laju perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa ejaan perlu disempurnakan. Sebab itu, di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan. Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai berikut :
a.         Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
b.         Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c.         Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d.         Mendorong pengembangan bahasa Indonesia (Ambo Enre, 1984:38)
                                         
Adapun hal-hal yang diatur penggunaannya dalam EYD,yaitu sebagai berikut:
• Pemakaian huruf
• Penulisan huruf
• Penulisan kata
• Pungtuasi (tanda baca)

III.          PENULISAN KATA
A.        Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:
·         Buku itu sangat menarik.
·         Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.

B.        Kata Turunan
1)      Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: Berjalan, Dipermainkan, gemetar.
2)      Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya: mem-PHK-kan, di-upgrade.
3)      Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi.
4)      Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: Dilipatgandakan, menggarisbawahi.
5)      Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, ekstrakurikuler, pramuniaga.

Catatan:
a.      Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu. Misalnya: non-Indonesia.
b.      Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf kapital. Misalnya: Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
c.       Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai. Misalnya: Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
d.      Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
e.       Kata ‘tak’ sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.

C.        Bentuk Ulang
  • 1.      Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya. Misalnya: anak-anak, mata-mata.

Catatan:
  • a.      Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja. Misalnya: surat kabar → surat-surat kabar
  • b.      Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda. Misalnya: orang besar → orang-orang besar


  • 2.      Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang. Misalnya: kekanak-kanakan.

Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah. Misalnya: Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.

D.       Gabungan Kata
1.                 Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah. Misalnya: kambing hitam, orang tua.
2.                 Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: ibu-bapak kami, ibu bapak-kami.
3.                 Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai. Misalnya: alhamdulillah,     halalbihalal, saputangan.

E.        Suku Kata
1.                 Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a.         Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: bu-ah.
b.         Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal. Misalnya: pan-dai.
c.         Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Misalnya: mu-sya-wa-rah.
d.        Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Misalnya: makh-luk.
e.         Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya: in-stru-men.
Catatan:
a.       Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal. Misalnya: ikh-las.
b.       Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir baris. Misalnya: setia → se-ti-a.


2.                 Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan imbuhan atau partikel itu. Misalnya: me-rasa-kan
Catatan:
a.       Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya: me-ma-kai.
b.      Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris.
c.       Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya: ge-lem-bung
d.      Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri atas satu vokal.

3)         Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap-tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar. Misalnya: intro-speksi, in-tro-spek-si.
4)         Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.

F.         Kata Depan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya: Di mana dia sekarang?

G.       Partikel
1) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Siapakah gerangan dia?
2)    Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
3)  Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.

H.        Singkatan dan Akronim
Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1.      Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
H. Hamid  Haji Hamid
M.Si.         magister sains
2.      Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: DPR      Dewan Perwakilan Rakyat
3.                 Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: kpd.                  kepada
4.                 Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya: dll.                   dan lain lain
5.                 Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya: a.n.                  atas nama

Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
1.       Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya: LIPI                   Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2.      Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya: Bulog   Badan Urusan Logistik
3.       Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya: iptek                ilmu pengetahuan dan teknologi
                           
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
  • a)    Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
  • b)     Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.


I.          Angka dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab      :          0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi            :          I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500),
M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
  • 1)      Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.

Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
  • 2)      Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.

Misalnya:
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
  • 3)      Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.

Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
  • 4)      Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.

Misalnya:
0,5 sentimeter     tahun 1928



Catatan:
  • a)      Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
  • b)      Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
  • 5)      Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Misalnya:

Hotel Mahameru, Kamar 169
  • 6)      Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.

Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 2527.    Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
  • Ø Bilangan utuh

Misalnya: dua belas    (12)
  • Ø Bilangan pecahan

Misalnya: setengah     (1/2)
Catatan:
a)        Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara   bilangan utuh dan bilangan pecahan.
b)         Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.

J.          Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya: KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku.

III. PEMAKAIAN TANDA BACA
A.        Tanda Titik (.)
  • 1)      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:
Biarlah mereka duduk di sana.

Catatan:
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. Misalnya: Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
  • 2)      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:

III. Departemen Pendidikan Nasional
A.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B.Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1.Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2.            ...
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

  • 3)      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
  • 4)      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
  • 5)      Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.

Misalnya: Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
  • 6)      Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.


Catatan:
a.       Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
b.       Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
c.       Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
d.       Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut.
Rp200.250,75  $ 50,000.50
8.750 m           8,750 m
7)      Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan.
                                   
B.        Tanda Koma (,)
1)      Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2)      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dankecuali. Misalnya: Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3)      Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau ada undangan, saya akan datang.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya akan datang kalau ada undangan.

4)      Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.

5)      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
6)      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya: Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
7)      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
8)      Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9)      Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
10)  Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir. Misalnya: Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
11)  Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: Siti Aminah, S.E., M.M.
12)  Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: Rp750,00
13)  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya: Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
14)  Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.

C.        Tanda Titik Koma (;)
1)      Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara. Misalnya: Hari sudah malam; anak anak masih membaca buku buku yang baru dibeli ayahnya.
2)      Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan. Misalnya:
Syarat syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:          
·         berkewarganegaraan Indonesia;
·         berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya;
3)      Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung. Misalnya: Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan jeruk.

D.        Tanda Titik Dua (:)
1)      Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya: Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.
Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
  • 2)      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya:
Ketua        :          Ahmad Wijaya
  • 3)      Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.

Misalnya:
Ibu            :          "Bawa kopor ini, Nak!"
Amir         :          "Baik, Bu."
  • 4)      Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9

E.         Tanda Hubung (-)
  • 1)      Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya: Di samping cara lama diterapkan juga cara baru .
  • 2)      Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
  • 3)      Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak
  • 4)      Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a
  • 5)      Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi
  • 6)      Tanda hubung dipakai untuk merangkai:

·           se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
·           ke- dengan angka,
·           angka dengan -an,
·           kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
·           kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
·           gabungan kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya: se-Indonesia
7)      Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: pen-tackle-an

F.         Tanda Pisah (–)
1)      Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun utama kalimat. Misalnya: Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus dipertahankan.
2)      Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3)      Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya: Tahun 1928–2008
Catatan:
a.       Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan tambahan pada akhir kalimat. Misalnya: Kita memerlukan alat tulis–pena, pensil, dan kertas.
b.      Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

G.        Tanda Tanya (?)
  • 1)      Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan dia berangkat?
  • 2)      Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).


H.        Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah indahnya taman laut ini!

I.           Tanda Elipsis (...)
1)      Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.
2)      Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
a.       Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
b.      Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai 4 tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik untuk menandai akhir kalimat.
c.       Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....

J.          Tanda Petik (" ")
  • 1)      Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
  • 2)      Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
  • 3)      Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.

Catatan:
  • a.      Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata dia, "Saya juga minta satu."
  • b.      Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
  • c.        Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
  • d.      Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda. (sama dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar.


K.        Tanda Petik Tunggal (' ')
  • 1)      Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Misalnya: Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring kring' tadi?"
  • 2)      Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Misalnya: terpandai     'paling' pandai
  • 3)      Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya: feed-back  'balikan'


L.         Tanda Kurung (( ))
  • 1)      Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).

Catatan:
Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya. Misalnya:
Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.
  • 2)      Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
  • 3)      Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
  • 4)      Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.

Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang disusun ke bawah. Misalnya:
Kemarin kakak saya membeli
1.    buku,   
2.    pensil, dan
3.    tas sekolah.

M.     Tanda Kurung Siku ([ ])
  • 1)      Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia jatuh pada hari Selasa.
  • 2)      Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.Misalnya:

Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.

N.       Tanda Garis Miring (/)
  • 1)      Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Misalnya:

No. 7/PK/2008
Jalan Kramat III/10
tahun ajaran 2008/2009
  • 2)      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Misalnya: dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut'

Catatan:
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.

O.       Tanda Penyingkat atau Apostrof (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Dia 'kan sudah kusurati.          ('kan = bukan)
Malam 'lah tiba.         ('lah = telah)
1 Januari '08    ('08 = 1988)


Daftar Pustaka:



SHIFA AWALIYAH
3KA17

18113444

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS