TUGAS I
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Bahasa Indonesia 1
Disusun oleh:
Shifa Awaliyah
(18113444)
3KA17
FAKULTAS ILMU
KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
JURUSAN
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
I. Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Satu hal yang kita ketahui dengan jelas
mengenai Bahasa Indonesia adalah suatu bahasa yang kita gunakan sehari-hari,
bahasa yang kita kenal sejak pertama kali bisa berbicara, bahasa yang diajarkan
oleh kedua orang tua kita hanya sekedar untuk berkomunikasi dengan orang lain,
bahasa yang diajarkan secara mendalam di sekolah mulai dari tata cara penulisan
pengejaan yang baik dan benar hingga penggunaannya untuk hal-hal yang formal
seperti penulisan surat ataupun karya ilmiah.
Secara
umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis
• Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol social
• Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol social
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus,
yaitu:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.
a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)
• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:
a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:
a) Bahasa resmi kenegaraan
b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.
a) Ejaan Van Ophuijen (1901)
b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)
• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:
a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik dan benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa
Peranan dan
Pentingnya Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah
Dalam tulisan ilmiah, bahasa sering
diartikan sebagai tulisan yang mengungkapkan buah pikiran sebagai hasil dari
pengamatan, tinjauan, penelitian yang seksama dalam bidang ilmu pengetahuan
tertentu, menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu, serta
isi, fakta, dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bentuk-bentuk karangan ilmiah identik dengan jenis karangan ilmiah, yaitu
makalah, laporan praktik kerja, kertas kerja, skripsi, tesis, dan disertasi.
Bahasa adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol social.
Dalam penulisan ilmiah, bahasa merupakan hal yang terpenting. Maka dari itu kita harus sebaik mungkin menggunakannya. Antara lain dengan cara :
·
Dalam hal penggunaan ejaan.
·
Dalam penggunaan partikel lah, kah, tah, pun. Partikel lah, kah, tah ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: Pergilah sekarang! Sedangkan
partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Contoh: Jika engkau
pergi, aku pun akan pergi.
·
Dalam hal pemakaian Ragam Bahasa. Ragam lisan terdiri atas ragam lisan
baku dan ragam lisan takbaku; ragam tulis terdiri atas ragam tulis baku dan
ragam tulis takbaku.
·
Dalam penulisan Singkatan dan Akronim.Singkatan nama orang, nama gelar,
sapaan jabatan atau pangkat diikuti tanda titik. Contoh: Muh. Yamin, S.H.
(Sarjana Hukum ). Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
satu tanda titik. Contoh: dll. hlm. sda. Yth. Singkatan nama resmi lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang
terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti tanda titik. Contoh: DPR GBHN KTP PT. Akronim nama diri yang berupa
gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Contoh: ABRI LAN IKIP SIM. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata
atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal
huruf kapital. Contoh: Akabri Bappenas Iwapi Kowani.
·
Dalam penulisan Angka dan Lambang
Bilangan. Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Contoh: Abad XX dikenal sebagai abad teknologi. Lambang bilangan yang dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika
beberapa lambang dipakai berturut-turut. Contoh: Ada sekitar enam puluh calon
mahasiswa yang tidak diterima diperguruan tinggi itu.
·
Dalam pemakaian tanda baca. Pemakaian tanda titik (.), tanda koma (,),
tanda titik dua (:), tanda titik koma (,), tanda hubung, (-) tanda pisah (_),
tanda petik (”), tanda garis miring, (/) dan tanda penyingkat atau aprostop
(’).
·
Dalam pemakaian imbuhan, awalan,
dan akhiran.
·
Dalam penulisan ilmiah, selain harus memperhatikan faktor kebahasaan,
kita pun harus mempertimbangkan berbagai faktor di luar kebahasaan. Faktor
tersebut sangat berpengaruh pada penggunaan kata karena kata merupakan tempat
menampung ide. Dalam kaitan ini, kita harus memperhatikan ketepatan kata yang
mengandung gagasan atau ide yang kita sampaikan, kemudian kesesuaian kata
dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau pembaca.
Memahami Fungsi Bahasa Indonesia
sebagai Alat untuk Menyerap dan Mengungkapkan Hasil Pemikiran
Secara umum bahasa dapat diartikan sebagai lambang bunyi yang
dihasilkan oleh manusia sebagai cara untuk berkomunikasi antar individu. Bahasa
dapat mempermudah manusia untuk mengetahui maksud dari apa yang disampaikan
oleh lawan bicaranya maupun sebaliknya. Setiap negara memiliki bahasa
masing-masing yang membedakan antara negara satu dan yang lainnya. Bahasa juga
memberikan ciri khas pada suatu negara dan menjadi lambang atau kebanggaan bagi
bangsa itu sendiri. Seperti halnya Bahasa Indonesia, merupakan bahasa yang
dipakai dan digunakan oleh mayoritas orang Indonesia.
Peranan Bahasa Indonesia dapat kita lihat saat kita berbicara
ataupun menulis untuk menggungkapkan hasil pemikiran. Susunan kata-kata
atau kalimat yang digunakan tidak mungkin keluar begitu saja tanpa aturan. Kita
harus memilih kata-kata dan menyusun kata-kata tersebut sesuai dengan aturan
dalam Bahasa Indonesia. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa,
atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut Tata
Bahasa. Penggunaan Tata Bahasa yang tepat, akan mempermudah pendengar atau
pembaca yang menyimak kita untuk mengerti, memahami, dan menyerap maksud dari
pemikiran kita.
Bahasa memiliki peranan sebagai alat untuk mengekspresikan dan
menunjukkan kemampuan seseorang. Misalnya saja karya ilmiah seseorang, dia bisa
mengekspresikan pemikirannya melalui bahasa secara bebas. Namun, kita
harus memikirkan siapa yang akan membacanya, dan tujuan dari tulisan tersebut.
Kita tinggal di negara Indonesia, dengan tujuan pembaca yang juga orang
Indonesia, maka itu kita menggunakan bahasa Indonesia dalam pengungkapan hasil
pemikiran kita. Contohnya, karya ilmiah bersifat formal dan ditulis dengan
bahasa yang baku, sehingga kita harus menggunakan bahasa yang baku dan
menulisnya dalam bentuk yang formal.
Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan
mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi
ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan
sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain.
Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi
tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa
merupakan persyaratan utama.
Faktor yang perlu diperhatikan peran bahasa indonesia dalam
konsep ilmiah yaitu Bermakna isinya
1.
Jelas uraiannya
2.
Berkesatuan yang bulat
3.
Singkat dan padat
4.
Memenuhi kaidah kebahasaan
5.
Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
6.
Komunikasi secara ilmiah
Dalam menyerap pemikiran
seseorang yang telah diungkapkan melalui bahasa Indonesia, seseorang yang ingin
mengetahui isi pemikiran seseorang pun harus mengerti bahasa yang digunakan
oleh si penulis. Karya ilmiah seseorang yang formal dan menggunakan bahasa yang
baku akan mudah dimengerti jika pembacanya juga mengerti tentang aturan-aturan
penulisan formal dan bahasa yang baku pula.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk
mengungkapkan dan menyerap hasil pemikiran, peranan bahasa Indonesia sangatlah
penting.
Menunjukkan Rasa Wajib pada Diri
Sendiri terhadap Pemakaian Bahasa Indonesia.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang
terbentuk dari beraneka ragam suku dan budaya. Bangsa Indonesia adalah cermin
kemajuan ditunjang dengan berbagai simbol pemersatu bangsa. Salah satu jembatan
pemersatu itu bernama Bahasa Indonesia. Sejak kali pertama diproklamirkan pada
Sumpah Pemuda 1928 pada butir ke 3 yaitu “Kami putra putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan Bahasa Indonesia”.
Sebagai bagian erat bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia
memiliki kedudukan istimewa. Selain itu bahasa adalah cermin dari karakter
bangsa seperti sebuah kutipan “Bahasa Itu Menunjukkan Bangsa”. Dari kutipan
tersebut sudah jelas bahwa cara masyarakat menggunakan bahasa menunjukkan cara
berfikir masyarakat. Mengapa demikian? Karena bahasa adalah hasil dari sebuah
pemikiran. Seperti dikatakan Stephen R Covey, seorang pakar psikologi
menyatakan, bahwa suatu ucapan (hasil bekerjanya lidah dan bibir) itu terlahir
sebagai hasil dari proses berfikir (pikiran).
II. Ragam Bahasa
Pengertian kata ragam secara umum dalam bahasa Indonesia adalah tingkah, jenis, langgam, corak dan laras. Ragam bahasa diartikan sebagai variasi bahasa menurut pemakaian yang dibedakan menurut topik pembicaraan, sikap penutur, dan media atau sarana yang digunakan. Pengertian ragam bahasa ini memperhatikan situasi yang dihadapi, masalah yang hendak disampaikan, latar belakang pendengar dan pembaca yang dituju, dan media atau sarana yang hendak digunakan.
Pengertian ragam
bahasa menurut para ahli sangat penting
untuk dipahami, karena dari situ kita bisa menyimpulkan sendiri pengertian
ragam bahasa versi kita sendiri. Berikut ini adalah beberapa definisi ragam
bahasa yang dijelaskan oleh para ahli.
Pengertian ragam
bahasa menurut Bachman
Menurut Bachman (1990),
“ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang
yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”
Pengertian ragam
bahasa menurut Dendy Sugono
Menurut Dendy
Sugono (1999), “bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.
Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan
resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di
rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.”
Pengertian ragam
bahasa menurut Fishman ed
Menurut Fishman
ed (1968), suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan
hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam
bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa
Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang
norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi
pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.
Kesimpulan
Jadi bisa kita
simpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi dalam pemakaian bahasa,
yaitu perbedaan penutur, media, situasi, dan bidang.
1.
Perbedaan penutur
Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa antar individu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek.
Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa antar individu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek.
2.
Perbedaan media
Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang digunakan, sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan.
Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang digunakan, sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan.
3.
Perbedaan situasi
Situasi pada saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan situasi resmi.
Situasi pada saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan situasi resmi.
4.
Perbedaan bidang
Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.
Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.
Dasar-dasar Ragam Bahasa
Pada ragam bahasa
yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui kaidah-kaidah
yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah diketahui, uraian
dasar-dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala perbandingan bagian
persamaan bagian perbedaan. Dasar-dasar ragam bahasa yang akan diperbandingkan
itu didasarkan atas sarana ragam bahasa lisan dan ragam tulisan.
Jenis-jenis Ragam Bahasa
1. Ragam bahasa berdasarkan media
a. Ragam bahasa Media (Lisan)
Ragam bahasa baku
lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan kalimat. Namun hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun
demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat
dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam
ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam
memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicara lisan
dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan
dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam
bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai
ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri- cirinya tidak
menunjukan cir-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan,
ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua
ragam itu masing-masing adapun ciri dari keduanya:
Ciri-ciri ragam lisan:
· Memerlukan orang kedua/teman bicara.
· Tergantung kondisi, ruang, dan waktu.
· Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
· Berlangsung cepat
Contohnya : “Sudah saya baca buku itu”
· Memerlukan orang kedua/teman bicara.
· Tergantung kondisi, ruang, dan waktu.
· Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
· Berlangsung cepat
Contohnya : “Sudah saya baca buku itu”
b. Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan makna kalimat yang diungkapkan nya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalomat. Oleh karrena itu, enggunaan ragam baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk katadan struktur kalimat, serta kelengkapaan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ciri-ciri ragam tulis:
1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
2. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
3. Harus memperhatikan unsur gramatikal;
4. Berlangsung lambat;
5. Selalu memakai alat bantu;
6. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
Contohnya: “Saya sudah membaca buku itu”.
Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata ) :
Tata Bahasa :
a. Ragam Bahasa lisan
1. Nia sedang baca surat kabar.
2. Ari mau nulis surat.
3. Tapi kau tak boleh menolak lamaran itu.
b. Ragam bahasa tulisan.
1. Nia sedang membaca surat kabar.
2. Ari mau menulis surat.
3. Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
Kosa kata :
a. Ragam bahasa lisan
1. Ariani bilang kalau kita harus belajar.
2. Kita harus bikin karya tulis.
3. Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam bahasa tulisan
1. Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
2. Kita harus membuat karya tulis.
3. Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.
2.
Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
a. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur
Bahasa Indonesia
yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang
tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa
asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur
yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek,
pitamin, pideo, pilm, pakultas.Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata
bahasa,misalnya mbawa seharusnya membawa,
nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun
sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
b. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa
dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau
sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi,
akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau
penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa
seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat
jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan
ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan
bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula
tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
3. Ragam Bahasa Berdasarkan
Situasi
a. Ragam Baku
Ragam baku adalah
ragam bahasa yang dipakai dalam forum resmi. Ragam ini bisa juga disebut ragam
resmi.
b. Ragam Tidak Baku
Ragam tidak baku
adalah ragam bahasa yang menyalahi kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa
baku.
4. Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang
a. Ragam Ilmu dan Teknologi
Ragam ilmu dan
teknologi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang keilmuan dan
teknologi.
b. Ragam Sastra
Ragam satra adalah
ragam bahasa yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan estetis dengan cara
penggunaan pilih jata secara cermat dengan gramatikal dan stilistil tertentu.
c. Ragam Niaga
Ragam niaga adalah
ragam bahasa yang digunakan untuk menarik pihak konsumen agar dapat melakuakan tindak lanjut dalam
kerjasama untuk mencari suatu keuntungan finansial.
III. EYD dan Tanda Baca
I. Pengertian Ejaan
Ejaan ialah
penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan.
Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni :
·
aspek
fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad.
·
aspek
morfologi yang menyangkut penggambaransatuan-satuan morfemis.
·
aspek
sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).
Adapun menurut KBBI (1993:250) ejaan ialah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa ejaan adalah seperangkat kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda baca.
II. Tahapan-Tahapan
Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan-ejaan
untuk bahasa Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut :
A. Ejaan
van Ophuysen
Di tahun 1901,
Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada
tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di
bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari
penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh
Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Ejaan ini
merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun
ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun
1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1) Huruf
ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong
seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam
Soerabaïa.
2) Huruf
j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3) Huruf
oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4) Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
B. Ejaan
Suwandi
Ejaan ini
diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini
juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1) Huruf
oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2) Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3) Kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
4) Awalan
di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
C. Ejaan
Melindo (Melayu – Indonesia)
Kongres Bahasa
Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul
Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli
1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957.
namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk
mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959
sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia).
Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik
kemudian.
D. Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD)
Karena laju
perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa ejaan perlu disempurnakan. Sebab
itu, di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto
dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun
konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah
berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Kepurusan Presiden No. 57
tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus
1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dengan EYD, ejaan dua
bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai berikut :
a. Menyesuaikan
ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
b. Membina
ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c. Mulai
usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d. Mendorong
pengembangan bahasa Indonesia (Ambo Enre, 1984:38)
Adapun hal-hal
yang diatur penggunaannya dalam EYD,yaitu sebagai berikut:
• Pemakaian
huruf
• Penulisan
huruf
• Penulisan kata
• Pungtuasi
(tanda baca)
III. PENULISAN
KATA
A. Kata
Dasar
Kata
yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:
·
Buku
itu sangat menarik.
·
Ibu
sangat mengharapkan keberhasilanmu.
B. Kata
Turunan
1)
Imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya:
Berjalan, Dipermainkan, gemetar.
2)
Imbuhan
dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau
kata dasar yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya: mem-PHK-kan, di-upgrade.
3)
Jika
bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk
tangan, garis bawahi.
4)
Jika
bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: Dilipatgandakan,
menggarisbawahi.
5)
Jika
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, ekstrakurikuler, pramuniaga.
Catatan:
a.
Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf
awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu.
Misalnya: non-Indonesia.
b.
Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada
Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur
unsurnya dimulai dengan huruf kapital. Misalnya: Marilah kita bersyukur kepada
Tuhan Yang Maha Pengasih.
c.
Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk
kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu
ditulis serangkai. Misalnya: Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
d.
Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap
ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan
sebagai bentuk dasar.
e.
Kata ‘tak’ sebagai unsur gabungan dalam peristilahan
ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis
terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.
C. Bentuk
Ulang
- 1. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya. Misalnya: anak-anak, mata-mata.
Catatan:
- a. Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja. Misalnya: surat kabar → surat-surat kabar
- b. Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda. Misalnya: orang besar → orang-orang besar
- 2. Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang. Misalnya: kekanak-kanakan.
Catatan:
Angka 2 dapat
digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam
pembuatan catatan rapat atau kuliah. Misalnya: Pemerintah sedang mempersiapkan
rancangan undang2 baru.
D. Gabungan
Kata
1.
Unsur-unsur
gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah. Misalnya:
kambing hitam, orang tua.
2.
Gabungan
kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan
menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian
unsur yang bersangkutan. Misalnya: ibu-bapak kami, ibu bapak-kami.
3.
Gabungan
kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai. Misalnya:
alhamdulillah, halalbihalal, saputangan.
E. Suku
Kata
1.
Pemenggalan
kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a.
Jika di tengah kata ada huruf
vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: bu-ah.
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak
dipenggal. Misalnya: pan-dai.
c. Jika di tengah kata dasar ada huruf
konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal,
pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Misalnya: mu-sya-wa-rah.
d.
Jika di tengah kata dasar ada dua
huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf
konsonan itu. Misalnya: makh-luk.
e. Jika di tengah kata dasar ada tiga
huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi,
pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf
konsonan yang kedua. Misalnya: in-stru-men.
Catatan:
a.
Gabungan
huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal. Misalnya: ikh-las.
b.
Pemenggalan
kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir
baris. Misalnya: setia → se-ti-a.
2.
Pemenggalan
kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan
imbuhan atau partikel itu. Misalnya: me-rasa-kan
Catatan:
a.
Pemenggalan
kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti pada
kata dasar. Misalnya: me-ma-kai.
b.
Akhiran
-i tidak dipisahkan pada pergantian baris.
c.
Pemenggalan
kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya: ge-lem-bung
d.
Pemenggalan
tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri atas satu vokal.
3) Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur
atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain,
pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap-tiap unsur gabungan
itu dipenggal seperti pada kata dasar. Misalnya: intro-speksi, in-tro-spek-si.
4) Nama orang, badan hukum, atau nama diri
lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di
antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang berupa singkatan
tidak dipisahkan.
F. Kata
Depan
Kata depan di,
ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan
daripada.
Misalnya: Di
mana dia sekarang?
G. Partikel
1) Partikel lah,
kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
Siapakah gerangan dia?
2) Partikel
pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Jangankan dua
kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun
pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya: Adapun
sebab sebabnya belum diketahui.
3) Partikel
per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya. Misalnya: Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
H. Singkatan
dan Akronim
Singkatan ialah
bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1.
Singkatan
nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda
titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
H. Hamid
Haji Hamid
M.Si.
magister sains
2.
Singkatan
nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan
huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
3.
Singkatan
kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
kpd.
kepada
4.
Singkatan gabungan kata yang terdiri
atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya:
dll.
dan lain
lain
5.
Singkatan
gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam
surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n.
atas nama
Akronim ialah
singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
1.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf
awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda
titik.
Misalnya:
LIPI
Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
2.
Akronim
nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal
kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
3.
Akronim
bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan
huruf kecil.
Misalnya:
iptek
ilmu
pengetahuan dan teknologi
Catatan:
Jika pembentukan
akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
- a) Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
- b) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.
I. Angka
dan Bilangan
Bilangan dapat
dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau
nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka
Arab
: 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka
Romawi
: I, II, III, IV, V, VI,
VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500),
M (1.000), V
(5.000), M (1.000.000)
- 1) Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
Misalnya:
Mereka menonton
drama itu sampai tiga kali.
Koleksi
perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
- 2) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Misalnya:
Panitia
mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang
peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
- 3) Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu
baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
- 4) Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:
0,5
sentimeter tahun 1928
Catatan:
- a) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
- b) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
- 5) Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Misalnya:
Hotel Mahameru,
Kamar 169
- 6) Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5,
halaman 2527. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan
sebagai berikut.
- Ø Bilangan utuh
Misalnya: dua
belas (12)
- Ø Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah (1/2)
Catatan:
a) Pada
penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan
utuh dan bilangan pecahan.
b) Tanda
hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat
menimbulkan salah pengertian.
J. Kata
Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya
Kata ganti ku-
dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Catatan:
Kata kata ganti
itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung
dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf
kapital.
Misalnya:
KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku.
III. PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda
Titik (.)
- 1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Biarlah mereka
duduk di sana.
Catatan:
Tanda titik
tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik.
Misalnya: Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
- 2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:
III. Departemen
Pendidikan Nasional
A.Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi
B.Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1.Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini
2.
...
Catatan:
Tanda titik
tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika
angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
- 3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
- 4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
- 5) Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya: Alwi,
Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920.
Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
- 6) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Catatan:
a.
Tanda
titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
tidak menunjukkan jumlah.
b.
Tanda
titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
c.
Tanda
titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama
dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
d.
Pemisahan
bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut.
Rp200.250,75
$ 50,000.50
8.750
m 8,750 m
7)
Tanda
titik dipakai pada penulisan singkatan.
B. Tanda
Koma (,)
1)
Tanda
koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dankecuali.
Misalnya: Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau ada undangan, saya akan datang.
Catatan:
Tanda koma tidak
dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya akan datang kalau ada undangan.
4)
Tanda
koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan
demikian,sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Catatan:
Ungkapan
penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,
sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan,
atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari
kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
6)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya: Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
7)
Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru. Misalnya: "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak
Guru.
8)
Tanda
koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c)
tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan. Misalnya:
Sdr. Abdullah,
Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei
1960
Tokyo, Jepang.
9)
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka. Misalnya: Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta:
Restu Agung.
10)
Tanda
koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
Misalnya: Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2
(Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
11)
Tanda
koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: Siti
Aminah, S.E., M.M.
12)
Tanda
koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka. Misalnya: Rp750,00
13)
Tanda
koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya: Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan
paduan suara.
14)
Tanda
koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Atas perhatian Saudara,
kami ucapan terima kasih.
C. Tanda
Titik Koma (;)
1)
Tanda
titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk setara. Misalnya: Hari sudah malam; anak
anak masih membaca buku buku yang baru dibeli ayahnya.
2)
Tanda
titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang
berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir
tidak perlu digunakan kata dan. Misalnya:
Syarat syarat
penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
·
berkewarganegaraan
Indonesia;
·
berijazah
sarjana S1 sekurang-kurangnya;
3)
Tanda
titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila
unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung.
Misalnya: Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang,
apel, dan jeruk.
D. Tanda
Titik Dua (:)
1)
Tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian
atau pemerian. Misalnya: Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan:
hidup atau mati.
Catatan:
Tanda titik dua
tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
- 2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua
: Ahmad Wijaya
- 3) Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu
: "Bawa kopor ini,
Nak!"
Amir
: "Baik, Bu."
- 4) Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Horison, XLIII,
No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9
E. Tanda
Hubung (-)
- 1) Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya: Di samping cara lama diterapkan juga cara baru .
- 2) Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
- 3) Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak
- 4) Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a
- 5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi
- 6) Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
·
se-
dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
·
ke-
dengan angka,
·
angka
dengan -an,
·
kata
atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
·
kata
ganti yang berbentuk imbuhan, dan
·
gabungan
kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya:
se-Indonesia
7)
Tanda
hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa
asing. Misalnya: pen-tackle-an
F. Tanda
Pisah (–)
1)
Tanda
pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun utama kalimat. Misalnya: Kemerdekaan itu—hak segala
bangsa—harus dipertahankan.
2)
Tanda
pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang
lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan
ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah
konsepsi kita tentang alam semesta.
3)
Tanda
pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai
dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya: Tahun 1928–2008
Catatan:
a.
Tanda
pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan tambahan pada akhir
kalimat. Misalnya: Kita memerlukan alat tulis–pena, pensil, dan kertas.
b.
Dalam
pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi
sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda
Tanya (?)
- 1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan dia berangkat?
- 2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).
H. Tanda
Seru (!)
Tanda seru
dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang
kuat. Misalnya: Alangkah indahnya taman laut ini!
I. Tanda
Elipsis (...)
1)
Tanda
elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ...,
marilah kita laksanakan.
2)
Tanda
elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti
lebih lanjut.
Catatan:
a.
Tanda
elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
b.
Jika
bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai 4 tanda titik:
3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik untuk menandai
akhir kalimat.
c.
Tanda
elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya: Dalam
tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....
J. Tanda
Petik (" ")
- 1) Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
- 2) Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
- 3) Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Catatan:
- a. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata dia, "Saya juga minta satu."
- b. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
- c. Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
- d. Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda. (sama dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar.
K. Tanda
Petik Tunggal (' ')
- 1) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Misalnya: Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring kring' tadi?"
- 2) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Misalnya: terpandai 'paling' pandai
- 3) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya: feed-back 'balikan'
L. Tanda
Kurung (( ))
- 1) Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Catatan:
Dalam penulisan
didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya. Misalnya:
Saya sedang
mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda
pengenal dalam berbagai keperluan.
- 2) Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
- 3) Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
- 4) Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
Catatan:
Tanda kurung
tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan
perincian yang disusun ke bawah. Misalnya:
Kemarin kakak
saya membeli
1. buku,
2. pensil,
dan
3. tas
sekolah.
M. Tanda Kurung Siku ([
])
- 1) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia jatuh pada hari Selasa.
- 2) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.Misalnya:
Persamaan kedua
proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu
dibentangkan di sini.
N. Tanda
Garis Miring (/)
- 1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Misalnya:
No. 7/PK/2008
Jalan Kramat
III/10
tahun ajaran
2008/2009
- 2) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Misalnya: dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut'
Catatan:
Tanda garis
miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam
kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.
O. Tanda
Penyingkat atau Apostrof (')
Tanda penyingkat
menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Dia 'kan sudah
kusurati. ('kan = bukan)
Malam 'lah
tiba. ('lah = telah)
1 Januari
'08 ('08 = 1988)
Daftar Pustaka:
SHIFA AWALIYAH
3KA17
18113444