Tugas Softskill
Ilmu Sosial Dasar
MAKALAH
KORUPSI OLEH PEJABAT TINGGI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ilmu Sosial Dasar
Disusun oleh:
Shifa Awaliyah (18113444)
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI
JURUSAN SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah,
merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan kepada Allah STW, yang
karena penulis diberi
kemudahan untuk mengerjakan tugas softskill Ilmu Sosial Dasar berjudul
"Korupsi oleh
Pejabat Tinggi".
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga. menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua
Depok
, 12 Oktober 2013
Penulis
Shifa Awaliyah
DAFTAR ISI
-
KATA PENGANTAR
-
DAFTAR ISI
-
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Pembatasan
Masalah
1.4 Tujuan
Penulisan
1.5 Manfaat
Penulisan
1.6 Metodologi
Penulisan
- BAB II PEMBAHASAN
2.1
Penjelasan tentang Korupsi
2.2 Kemunafikan Para Koruptor Pejabat
Tinggi
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Perilaku
Korupsi
2.4 Dampak Korupsi
- BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
- DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Korupsi bukan barang baru di Indonesia. Sejak zaman
VOC sampai bubarnya VOC karena korupsi, korupsi sudah lama dikenal. Upeti
dizman kerajaan dimasa lalu adalah sa;ah satu bentuk korupsi.
Korupsi merupakan budaya peninggalan masa lalu. Ini
merupakan suatu budaya yang sulit dirubah karena melekat pada diri manusia itu
sendiri yang merupakan moralitas atau akhlak.Untuk merubah itu semua perlu
dicari sebab-sebab dan bagaimana untuk mengatasinya. Penyebab utama adanya
korupsi adalah berasal dari masing-masing individu dan untuk mengatasinya harus
dimulai dari penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri selain
upaya-upaya lain yang bersifat eksternal berupa pencegahan-pencegahan melalui
penegakan hukum itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam
kesempatan ini berkeinginan untuk meneliti tentang korupsi dan strategi
pemberantasannya.
1.2 Perumusan Masalah
Supaya lebih terarah maka obyek
penelitian korupsi dan upaya pemberantasannya difokuskan pada perumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2.
Bagaimana
Perilaku Para Koruptor Pejabat Tinggi
3.
Bagaimana cara pemberantasan korupsi
1.3 Pembatasan Masalah
Dari masalah diatas dapat dibatasi
yaitu “Korupsi oleh Pejabat Tinggi”
1.4
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi?
2. Untuk
mengetahui Bagaimana Perilaku Para Koruptor Pejabat Tinggi
3. Untuk
mengetahui Bagaimana cara pemberantasan korupsi
1.5
Manfaat Penulisan
1. Menambah pengetahuan dibidang ilmu
hukum.
2. Memberikan masukan bagi berbagai pihak
yang berhubungan dengan langkah – langkah insentif pemberantasan korupsi.
1.6
Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini, yaitu
metode deskripsi analisi. Metode tersebut merupakan metode yang memberikan
gambaran objektif serta membahasnya secara lengkap yang dilakukan dengan
mengumpulkan data dari website.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Penjelasan tentang Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun
pegawai
negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak
wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak[1].
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara
garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
·
penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·
memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·
merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan
semuanya, adalah
·
memberi atau
menerima hadiah atau janji (penyuapan),
·
penggelapan dalam
jabatan,
·
pemerasan
dalam jabatan,
·
ikut serta
dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis
adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi,
yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak
ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi
bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi
sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang,
dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada
perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai
politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di
tempat lain.
2.2
Kemunafikan Para Koruptor Pejabat Tnggi
Dunia politik di Indonesia diwarnai
kemunafikan. Para politisi mengumbar
janji pada masa pemilu, guna mendapatkan suara dari rakyat. Namun
setelah menduduki kursi kekuasaan, mereka lupa, dan menelantarkan
rakyatnya. Tak hanya itu ketika menjabat, mereka melakukan korupsi atas
uang rakyat, demi memperkaya diri mereka sendiri, atau menutup
pengeluaran mereka, ketika pemilu. Seringkali uang hasil korupsi dibagi ke
teman-teman dekat, bahkan ke institusi agama, untuk mencuci tangan. Jika
sudah begitu mereka lalu mendapatkan dukungan moral dan politik dari
teman-teman yang “kecipratan” uang, dan bahkan dukungan moral-religius
dari institusi agama. Bukan rahasia lagi inilah pemandangan sehari-hari
situasi politik di Indonesia. Kekuasaan diselubungi kemunafikan yang
bermuara pada penghancuran kehidupan rakyat jelata.
janji pada masa pemilu, guna mendapatkan suara dari rakyat. Namun
setelah menduduki kursi kekuasaan, mereka lupa, dan menelantarkan
rakyatnya. Tak hanya itu ketika menjabat, mereka melakukan korupsi atas
uang rakyat, demi memperkaya diri mereka sendiri, atau menutup
pengeluaran mereka, ketika pemilu. Seringkali uang hasil korupsi dibagi ke
teman-teman dekat, bahkan ke institusi agama, untuk mencuci tangan. Jika
sudah begitu mereka lalu mendapatkan dukungan moral dan politik dari
teman-teman yang “kecipratan” uang, dan bahkan dukungan moral-religius
dari institusi agama. Bukan rahasia lagi inilah pemandangan sehari-hari
situasi politik di Indonesia. Kekuasaan diselubungi kemunafikan yang
bermuara pada penghancuran kehidupan rakyat jelata.
2.3 Faktor-Faktor
Penyebab Perilaku Korupsi
Faktor penyebab korupsi, dapat
dikategorikan sebagai
(a) rendahnyatingkat kesejahteraan pegawai dan sistem
penerimaan pegawai. Dampaksistem penerimaan pegawai yang baik (merit-system)
diteliti oleh Evans andRauch [1996] di 35 negara berkembang. Hasilnya
menunjukkan bahwa sistemyang baik mengurangi tingkat korupsi. Pengaruh tingkat
gaji pegawaipemerintah diteliti oleh Rijckeghem and Weder (1997) yang
menemukanbahwa perbedaan gaji pegawai pemerintah relatif terhadap gaji
swastaberpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Meningkatkan gaji
pegawaipemerintah sebesar dua kali lipat akan memperbaiki CPI sebanyak 2 point(Lambsdorff, 2000);
(b) faktor kultural. Budaya
patron-client dalam birokrasi,dan pendekatan kekeluargaan/perkawanan dalam
pengambilan keputusanmerupakan bentuk budaya yang mendorong terjadinya korupsi.
Padabeberapa komunitas, tingkat kepercayaan diantara masyarakat masih tinggi.La
Porta et al. [1997: 336] menyatakan bahwa kepercayaan dapat membantumengurangi
tingkat korupsi karena dapat membantu pegawai pemerintahbekerjasama lebih baik
diantara mereka dan dengan masyarakat umum. Hasilini berdasar pada penelitian
di 33 negara (Lambsdorff, 2000);
(c) kurangefektifnya sistem
pengawasan;
(d) lemahnya penegakan hukum BerdasarWorld Development Report
(1997) yang terfokus pada kualitas hukummenunjukkan penegakan hukum
mempengaruhi tingkat korupsi di 59negara;
(e) kurangnya dukungan dan
partisipasi masyarakat dalampenanggulangan korupsi. Brunetti and Weder (1998)
menunjukkan bahwaketerbukaan, demokrasi, kebebasan pers, dan partisipasi
masyarakatmerupakan faktor efektif mengurangi tingkat korupsi (Lambsdorff, 2000)
Menurut Huntington (1968) dalam
buku klasiknya tentangpembangunan politik, mengutarakan beberapa kondisi yang
menguntungkantimbulnya korupsi yaitu
(a) korupsi cendrung meningkat dalam
suatuperiode pertumbuhan serta modernisasi yang cepat, karena perubahan
nilai-nilai, sumber-sumber baru kekayaan dan kekuasaan, dan perluasanpemerintahan;
(b) Negara dengan keragaman stratifikasi sosial, lebih
banyak polarisasi
kelas, dan lebih banyak kecenderungan feodal, korupsi cenderungberkurang;
(c)
Apabila banyak perusahaan asing di suatu negara makakorupsi cenderung
meningkat;
(d) semakin partai politik kurang berkembangmekar, semakin meluas
korupsinya, lantaran lemahnya kontrol (Klitgaard,1998). keseluruhan faktor penyebab
korupsi diatas dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu tingkat gaji
(w),ketidakmemadaian pengawasan (p), tingkat/besarnya hukuman (f), besarnyadistorsi ekonomi, dan faktor lainnya (Rijckeghem, 1997).
2.4 Dampak Korupsi
Dampak
korupsi dapat dibedakan atas dampak negatip dan positip.Dampak negatip yaitu
(a) Menggagalkan pencapaian tujuan
pelaksanaanpembangunan;
(b) Kenaikan biaya administrasi;
(c)
Jika dalam bentuk komisi,akan mengurangi alokasi dana yang
seharusnya
dipakai untuk keperluanmasyarakat umum;
(d)
Berpengaruh buruk pada mental pegawai;
(e)Menurunkan
kredibilitas pemerintah. Sementara dampak positip adalah
Dampak Positif
(a) Hasil
korupsi sebagian terbesar dipergunakan untuk investasi;
(b) Meningkatkan
kualitas pegawai;
(c)
Perekrutan yang berlandaskan nepotismeakan melipatgandakan jumlah
pegawai, yang
berakibat mengurangi jumlah pengangguran
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian diatas jelaslah sudah
bahwa penanggulangan kasus-kasus korupsi tidaklah mudah untuk itu diperlukan
kerjasama dari berbagai pihak yang tentunya dilandasi dengan kesadaran hukum
disetiap warga negara, baik posisinya sebagai warga sipil maupun pejabat negara
yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan
YME. Hal yang paling mendasar bahwa peran serta dan dukungan keluaga berperan
dalam membentuk suatu manusia yang bermoral baik, pelajaran moral banyak
terdapat pada agama. Untuk itu mendekatkan diri kepada Tuhan YME demi
terjauhnya dari praktik KKN merupakan langkah terbaik dan mendasar dalam
membentuk manusia yang bermoral.
SARAN
Sebaiknya pemerintah lebih serius dalam
menanggulagi masalah korupsi ini, karena masalah ini sungguh merugikan
masyarakat terutamanya dalam pembangunan dan ekonomi. Dan bagi para
pejabat-pejabat sebaiknya menahan diri untuk mengambil hak milik orang lain. Sebab,
jika kita mengambil hak milik orang lain, kita tak ada bedanya dengan orang
yang tak punya apa-apa. Sikap untuk
menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi
dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA